Home | Looking for something? Sign In | New here? Sign Up | Log out

Minggu

WARTAWAN DI PANDANG SEBELAH MATA

Minggu
Kesejahteraan wartawan sampai sekarang selalu dibicarakan masyarakat, sampai ini terjadi sejak bergulirnya reformasi lalu. Pemerintah dan komunikasi (Infokom) tak kunjung berhasil menyelesaikan masalah yang dihadapi para Media Cetak ( Koran/Majalah)
Tidak heran banyak Koran / Majalah, ibarat karekat tumbuh diatas batu, hidup segan mati tak mau. Tapi dibalik keinginan itu meski para pemilik modal dan prilaku Pers tidak memiliki latar belakang jurnalistik dan hanya mengandalkan permodalan pas-pasan, membuat mereka lupa diri terhadap rintangan dan kesulitan yang akan dihadapinya, baik itu berupa penerbitan majalah Tabloid, Surat Kabar Mingguan dan Buletin serta Media Elektronik sekalipun.
Hal tersebut dimaksudkan dengan perusahaan itu diumumkan mereka lebih mudah mendapat keuntungan, bahkan perusahaan itu dapat dijadikan alat komunikasi disemua lapisan dan alat untuk meraih sesuatu sesuai yang diharapkan. Namun sayang, perusahaan – perusahaan tersebut tidak bisa bertahan lama dan selanjutnya mereka bergulung tikar karena mereka hanya sekedar mengandalkan uang dan tidak didampingi dengan Sumber Daya Manusia ( SDM) yang handal dan perilaku pasar yang setiap saat persaingan itu semakin kuat dan tajam sehingga harus siap bersaing. Terlebih Koran, Majalah atau Tabloid untuk memasarkan sembilan bahan pokok yang boleh dikatakan setiap orang membutuhkan dan itu tentunya tidak mudah dilakukan, apalagi Koran dan Majalah, kalau tidak pintar mengusai pasaran yang berani menyuguhkan berita bagus, dapat diyakinkan dalam waktu dekat perusahaan tersebut akan gulung tikar, terlebih lagi bila perangkat perusahaannya termasuk wartawannya, juga latar belakang jurnalistik yang cukup, dapat diyakinkan akan menjadi masalah, baik ditengah masyarakat luas maupun dikalangan pejabat pemerintah, dan ternyata prediksi ini menjadi kenyataan.
Terjadi kemunculan berbagai keluh dan kesah para pejabat pemerintah, perusahaan, dan elit politik setelah didatangi sejumlah orang yang mengaku dan menampilkan diri sebagai wartawan dan melakukan intimidasi atau pemerasan, dan berprilaku seperti preman, ada pula dengan cara baik ujung – ujungnya minta uang transport, perilaku dan ulah orang – orang tak bertanggung jawab dengan mengaku diri sebagai wartawan dan melakukan praktek jurnalis, kemudian melakukan pemerasan terhadap para nara sumber peristiwa itu telah banyakterjadi dijaman Reformasi. Terlebih lagi orang yang diberikan peluang juga kesempatan kepada mereka yang masuk dan menceburkan dalam kancah dunia kewartawanan. Kondisi ini sangat memprihatinkan yang berdampak terhadap merosotnya moral para pelaku jurnalis dan ini sangat memalukan karena dalam dunia informasi dan komunikasi tersebut memiliki andil dan peranan yang terkandung nilai pembangunan pendidikan dan perjuangan Bangsa Indonesia dalam kancah dunia Internasional, maka dengan tumbuhnya sejumlah media dan perangkatnya yang tidak didukung dan tidak dibekali ilmu pengetahuan yang cukup, jelas akan berdampak merusak moral dan martabat bangsa.
Bahkan tidak menutup kemungkinan keberadaan mereka itu akan berubah menjadi provokator dan bisa merongrong kewibawaan dan ketentraman Bangsa dan Negara. Untuk itu, sudah waktunya pemerintah mengambil alih dan menertibkan serta tindakan tegas terhadap keberadaan Pers dan perangkatnya yang benar – benar tidak mampu menjalankan tugas pokok dan fungsi (Tupoksi) sebagaimana mestinya.
Dan hal tersebut perlu dilakukan dan jangan dilirik sebelah mata. Pemerintah juga harus mampu menegakan aturan dan Undang – Undang Pokok Pers, serta mampu menjawab tantangan masyarakat luas tentang keberadaan Pers dan Perangkatnya, termasuk upaya pemerintah dalam perhatiannya terhadap insan Pers yang selama ini keberadaanya sebagai wartawan sering dilihat atau dilirik sebelah mata dan tidak cukup dengan kata maaf tapi dengan perbuatan.

0 komentar:

Posting Komentar

 

Entri Populer

Digital Clock